Pages

Labels

Senin, 11 Mei 2009

Sisi gelap Teknologi Infomasi di dunia pendidikan

14 Maret 2009 in Internet, Pendidikan, artikel, globalisasi, opini
Tags: globalisasi, pelajar, Pendidikan, teknologi

Pengetahuan ibarat pisau bermata ganda, di satu sisi bisa bermanfaat, sedang pada sisi lain bisa melukai diri sendiri atau bahkan orang lain. Ini selalu menjadi sebuah dilema yang dihadapi sebuah masyarakat dalam menghadapi setiap perubahan zaman.

Dunia pendidikan saat ini tidak lepas dari masalah tersebut, komputer dan internet sempat mejadi isu hangat yang mengharubiru semua komponen pendidikan. Ada optimisme terhadap dampak perubahan positif yang bisa dicapai, akan tetapi, ada pula kecemasan baik yang cenderung technophobia dan juga kecemasan yang sebenarnya cukup rasional.

Belum tuntas wacana implementasi TI di dunia pendidikan, muncul perangkat teknologi informasi lain dalam bentuk alat komunikasi mobile yang kita kenal sebagai handphone. Saat ini bukan merupakan sebuah pemandangan yang aneh jika kita melihat siswa Sekolah Dasar menggunakan handphone.

Kembali polemik muncul, para pemegang regulasi sekolah berdebat tentang sejauh mana perangkat ini boleh dimanfaatkan anak.

Kasus-kasus mulai dari yang kecil seperti kehilangan handphone di sekolah, menerima telephone saat proses belajar, hingga kasus besar seperti tersebarnya adegan mesum siswa sekolah, ancaman teror dari pelajar iseng mulai bermunculan.

Ada kegamangan sikap para praktisi pendidikan, keinginan untuk memberi akses seluas-luasnya pada peserta didik kontradiktif dengan penyalah gunaan dan keterbatasan mereka terhadap dampak luas yang bisa terjadi.

Teknologi informasi dan komunikasi yang bisa menjadi sarana untuk membuka jalan pada pengetahuan dan kemampuan yang lebih luas tanpa batas ternyata memiliki efek sampingan yang tidak bisa dianggap sepele.

Sebuah contoh kasus, ketika sekolah kami memberi keleluasaan siswa menggunakan komputer yang terkoneksi internet di setiap jam bebas, sebuah fenomena unik muncul.

Mereka cenderung untuk mengakses situs-situs tertentu yang jumlahnya terbatas seperti situs jejaring sosial friendster dan situs klenik primbon. Presentasinya sangat mecengangkan dari sekitar 40 PC yang tersedia, lebih dari 35 PC digunakan untuk itu.

Kemudian ketika penyaring situs mulai dipasang, mereka tampak kehilangan minat mengakses internet. Tetapi setelah diberikan pembelajaran deserfikasi situs seperti pengenalan situs pengetahuan seperti wikipedia, situs geografi wikimapia, blog, dan pengoptimalisasian penggunaaan mesin pencari minat siswa untuk berinternet mulai tumbuh lagi.

Masalah lainnya adalah akses terhadap situs berbau pornografi, meski sebuah sekolah telah dilengkapi penyaring situs dengan firewall yang cukup ketat, tidak berarti akses internet sudah steril. Setiap Jam muncul 41 ribu situs baru atau 700 situs baru per menit atau 12 situs baru perdetik(netcraft ,feb/09) dan diantaranya situs pornografi, perlu kesabaran dan kematangan pendidik untuk memberi kesadaran akan dampak negatif membuka situs seperti itu, dan itu tidak mudah.

Akses komunikasi pun memiliki resiko yang tidak kecil, ini berkaitan dengan keterbatasan ekspresi verbal dan tekstual anak dalam berkomunkasi. Yang terjadi saat ini adalah bertebarannya caci-maki dan ucapan tidak senonoh dari para pelajar saat chatting. Alih-alih mengembangkan persahabatan dan membawa citra baik sekolah, akses komunikasi malah menjadi sumber perseteruan dan bumerang bagi kredibilitas sekolah.

Di tingkat sekolah lanjutan, minat yang sangat besar mendalami komputer merupakan aset berharga bagi mereka untuk dapat menguasai sebuah keteranpilan hidup (lifeskill) yang mungkin akan berguna bagi ia kelak. Tapi sekali lagi perlu pengawasan dan pengarahan yang memadai dari pihak pendidik. Trend yang terjadi kecenderungan siswa SLTA dan sebagian kecil siswa SLTP lebih pada upaya-destruktif.

Buku-buku black hacking pun menjadi best seller, Tip dan trik mendeface suatu situs, memodifikasi virus, hingga menerobos sistem keamanan jaringan atau program merupakan kata kunci favorit pada situs mesin pencari.

Di sisi lain, minat pelajar membuat aplikasi bermanfaat, situs informatif atau mencari solusi rumus yang mempermudah tugas belajar kurang diminati. Misalnya, apa fungsi DDC (double decleaning balance) dalam spreedsheet, bagai mana proses perhitungannya. Itu bukan hal menarik bagi mereka.

Ancaman lain adalah eksploitasi anak (pelajar) didunia cyber, ini fenomena yang mengkhawatirkan. Saat ini terpajang ribuan foto, video anak dibawah umur yang masuk katagori pornografi. Dalam beberapa kasus pelaku kejahatan anak baik yang terorganisir maupun tidak memanfaatkan fasilitas komunikasi online seperti chatting, messenger dalam mencari korban.

Menurut sebuah penelitian yang dirilis pemeritah federal Amerika (05/08) terjadi peningkatan kejahatan pornografi anak sekitar 40% setiap tahunnya. Dinegara Eropa timur seperti Rusia yang mengalami pertumbuhan teknologi informasi sangat cepat, perlindungan hukum yang kurang menjadikan anak-anak sangat rentan menjadi korban eksploitasi pornografi melalui internet.

Masalah lain yang menghantui akses internet oleh kalangan pelajar adalah game addict, Meski banyak dilansir dampak positif dari game, ketidak matangan anak dalam mengatur waktu dan kurangnya kontrol orangtua dan guru bisa mejerumuskan anak dan menurunkan prestasi belajar. Di Cina, trend game online mendorong pemerintah membuat klinik-klink khusus bagi anak yang ketergantungan pada game.

Saat ini teknologi telepon genggam bergerak ke arah jenis smartphone yang memungkinkan akses internet yang lebih luas. Paradigma global access, dimanapun dan kapanpun kian menjadi kenyataan.

Sebuah tantangan baru siap menghadang di depan. Akselerasi pekembangan teknologi yang begitu pesat berhadapan dengan ketidak matangan emosional anakdi bawah umur, yang tidak selalu dan belum tentu siap akan konsekuensi dari setiap tindakan yang dilakukannya.

Lalu, apa yang mungkin terjadi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

testing